Handphone,Sains,Humor And Manymore (25 Des 2013 )

Coretan Dinding

To The Point
Masuk pembahasan, kurang paham "SILAHKAN TANYA"
About Me
Salam Persahabatan Untuk Teman Semua. "Keep" Spirit .

24/01/2014

 Saya Bukan Dalang, tetapi saya hanya ingin Mengenalkan kembali salah satu tradisi maupun jati diri yang sekian banyak dimiliki oleh bangsa Indonesia. agar kita tahu bahwa bangsa indonesia memiliki kekayaan budaya yang melimpah.

kali ini yang akan kita bahas adalah mengenal dunia perwayangan beserta rupa dan kriteria nya, silahkan disimak :

Abimanyu

ABIMANYU dikenal pula dengan nama :
Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta,
Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana.
Abimanyu adalah putra Arjuna, salah satu dari lima satria Pandawa dengan Dewi Sumbadra, putri Prabu Basudewa, raja Negara Mandura dengan Dewi Badrahini.
Abimanyu mempunyaai 13 orang saudara lain ibu, yaitu : Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada.
Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata.
Sejak dalam kandungan Abimanyu telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mempunyai daya : mengerti dalam segala hal.
Setelah dewasa Abimanyu mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.
Abimanyu mempunyai sifat dan perwatakan; halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna.
Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa.
Abimanyu tinggal di kesatrian Plangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita.
Abimanyu mempunyai dua orang isteri, yaitu :
1. Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna , Raja Negara Dwarawati
dengan Dewi Pratiwi, dan
2. Dewi Utari, putri Prabu Matswapati
dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra
Parikesit.
Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuda oleh gada Kyai Glinggang milik Jayadrata, satria Banakeling.



Abimanyu gaya Surakarta



Abimanyu gaya Yogyakarta

Surya Putra



gambar Adipati Karna ketika Muda atau lebih dikenal dengan nama Surya Putra atau Surya Atmaja gaya Yogyakarta yang Artinya Putra dari Surya (Dewa Matahari)

Pancawala


Gambar Raden Pancawala gaya Surakarta

RADEN PANCAWALA

Ra1en Pancawala putra Prabu Yudistira dari perkawinannya dengan Dewi Drupadi. Dia menjadi anak angkat Wrekodara. Roman mukanya mirip dengan Wrekodara.

Dalam perang Baratayuda dia dibunuh oleh Aswatama, selagi dia sedang tidur. Maka ibu Pancawala menangis karena menyesal, bahwa matinya bukan di dalam peperangan, sedangkan waktu itu perang Baratayuda sedang berlangsung.

Raden Pancawala bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka tenang. Berambut terurai dengan bentuk gembel, dihiasi dengan garuda membelakang dan bersunting waderar. Berkalung ksatria (bulan-sabit). Berkain katongan (kerajaan).

Bambang Irawan


Gambar Irawan gaya Yogyakarta

BAMBANG IRAWAN adalah putra Arjuna, salah satu dari lima satria Pandawa, dengan Dewi Ulupi, putri Bagawan Kanwa (Bagawan Jayawilapa-pedalangan Jawa), dari pertapaan Yasarata.
Bambang Irawan mempunyai 13 orang saudara lain ibu, bernama; Abimanyu, Sumitra, Bratalaras, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabukusuma, Wijanarka, Antakadena dan Bambang Sumbada.
Irawan lahir di pertapaan Yasarata dan sejak kecil tinggal di pertapaan bersama ibu dan kakeknya.
Irawan berwatak tenang, jatmika, tekun dan wingit.
Menurut kisah pedalangan Irawan tewas dalam peperangan melawan Ditya Kalasrenggi putra Prabu Jatagempol dengan Dewi Jatagini dari negara Gowabarong, menjelang pecah perang Bharatayuda.
Sedangkan menurut Mahabharata, Irawan gugur dalam awal perang Bharatayuda melawan Ditya Kalaseringgi, raja negara Gowabarong yang berperang di pihak keluarga Kurawa/Astina.

BAMBANG IRAWAN

Bambang Irawan putra Raden Arjuna dan perkawinannya dengan Dewi Ulupi, putri Resi Kanwa, seorang pendeta di Gunung Yasarata.

Irawan selalu tinggal di pertapaan dengan ibunya. Hanya bila perlu ia datang ke negara Pendawa. Karena saktinya pernah ia menjadi raja, bernama Prabu Gambiranom dan sewaktu menjadi raja berhasil membawa panah pusaka Arjuna, bernan’a Ardadedali dan oleh karenanya kesaktian Irawan bertambah.

Sewaktu menjadi Prabu Gambiranom, ia mempunyai prajurit wanit yang disebut Ladrangmungkung. Prajurit ini sakti dan dapat mengalahkan Raden Arjuna.

Irawan diminta ibunya menawan Raden Arjuna. Dapat dilaksanakanlah permintaan Dewi Ulupi mi, tetapi Arjuna dimatikan dan oleh prajuritprajui-it wanita dibawa ke hadapan Dewi Ulupi. Setelah Arjuna kena raba tangan Dewi Ulupi, hidup kembali]ah ia. Beginilah memang adat Arjuna.

Ketika di dalam perang Baratayuda Irawan pergi ke rnedan perang, di tengah jalan ia berjumpa dengan raja raksasâ Kaasrenggi. Terjadilah perang dan kedua-duanya tewas.

Kematian ksatria ini sangat disesalkan oleh keluarga Pendawa, karena ia mati sebelum sampai di medan perang.

Bambang Irawan bermata jaitan, berhidung mancung. Bersanggul kadal menek. Bersunting kembang kluwih. Berkalung putran bentuk bulan sabit. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain katongan dan bercelana cindai.

Untuk menggambarkan Prabu Gambiranom, digunakan wayang Raja Seberang bagus. Ia beristrikan Dewi Titisari, putri Prabu Kresna.



Gambar Irawan gaya Surakarta

Antasena


gambar Antasena gaya surakarta

Anantasena, atau sering disingkat Antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah Mahabharata, karena merupakan asli ciptaan para pujangga Jawa. Tokoh ini dikenal sebagai putra bungsu Bimasena, serta saudara lain ibu dari Antareja dan Gatotkaca.

Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antasena merupakan nama lain dari Antareja, yaitu putra sulung Bimasena. Sementara menurut versi Yogyakarta, Antasena dan Antareja adalah dua orang tokoh yang berbeda.

Akan tetapi dalam pewayangan zaman sekarang, para dalang Surakarta sudah biasa memisahkan tokoh Antasena dengan Antareja, sebagaimana yang dilakukan oleh para dalang Yogyakarta.
Daftar isi

1 Asal-Usul
2 Sifat dan Kesaktian
3 Kematian
4 Sumber Gubahan Lain

Asal-Usul

Antasena adalah putra bungsu Bimasena atau Wrekodara, yaitu Pandawa nomor dua. Ia lahir dari seorang ibu bernama Dewi Urangayu putri Batara Mintuna. Bima meninggalkan Urangayu dalam keadaan mengandung ketika ia harus kembali ke negeri Amarta.

Antasena lahir dan dibesarkan dalam naungan ibu dan kakeknya. Setelah dewasa ia berangkat menuju Kerajaan Amarta untuk menemui ayah kandungnya. Namun saat itu Bima dan saudara-saudaranya sedang disekap oleh sekutu Korawa yang bernama Ganggatrimuka raja Dasarsamodra.

Antasena berhasil menemukan para Pandawa dalam keadaan mati karena disekap di dalam penjara besi yang ditenggelamkan di laut. Dengan menggunakan Cupu Madusena pusaka pemberian kakeknya, Antasena berhasil menghidupkan mereka kembali. Ia juga berhasil menewaskan Ganggatrimuka.

Antasena kemudian menikahi sepupunya yang bernama Janakawati putri Arjuna.
Sifat dan Kesaktian

Antasena digambarkan berwatak polos dan lugu, namun teguh dalam pendirian. Dalam berbicara dengan siapa pun, ia selalu menggunakan bahasa ngoko sehingga seolah-olah tidak mengenal tata krama. Namun hal ini justru menunjukkan kejujurannya di mana ia memang tidak suka dengan basa-basi duniawi.

Dalam hal kesaktian, Antasena dikisahkan sebagai putra Bima yang paling sakti. Ia mampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala jenis senjata.
Kematian

Antasena dikisahkan meninggal secara moksa bersama sepupunya, yaitu Wisanggeni putra Arjuna. Keduanya meninggal sebagai tumbal kemenangan para Pandawa menjelang meletusnya perang Baratayuda.

Ketika itu Wisanggeni dan Antasena menghadap Sanghyang Wenang, leluhur para dewa untuk meminta restu atas kemenangan Pandawa dalam menghadapi Korawa. Sanghyang Wenang menyatakan bahwa jika keduanya ikut berperang justru akan membuat pihak Pandawa kalah. Wisanggeni dan Antasena pun memutuskan untuk tidak kembali ke dunia. Keduanya kemudian menyusut sedikit-demi sedikit dan akhirnya musnah sama sekali di kahyangan Sanghyang Wenang. Dia meninggal karena kehabisan uang dan karena kelaparan


Antasena gaya Yogyakarta

Antareja


Antareja gagrak Surakarta


Gambar Antareja gagrak Yogyakarta

Anantaraja, atau yang lebih sering disingkat Antareja, adalah salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam Mahabharata karena merupakan asli ciptaan para pujangga Jawa. Ia merupakan putra sulung Wrekodara atau Bimasena dari keluarga Pandawa.

Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antareja merupakan nama lain dari Antasena, sedangkan versi Yogyakarta menyebut Antasena sebagai adik lain ibu Antareja, selain Gatutkaca. Sementara itu dalam pewayangan zaman para dalang versi Surakarta umumnya juga mengisahkan Antareja dan Antasena sebagai dua orang tokoh yang berbeda.

Asal-Usul

Antareja adalah putra sulung Bimasena yang lahir dari Nagagini putri Batara Anantaboga, dewa bangsa ular. Perkawinan Bima dan Nagagini terjadi setelah peristiwa kebakaran Balai Sigala-Gala di mana para Korawa mencoba untuk membunuh para Pandawa seolah-olah karena kecelakaan.

Bima kemudian meninggalkan Nagagini dalam keadaan mengandung. Antareja lahir dan dibesarkan oleh Nagagini sampai ketika dewasa ia memutuskan untuk mencari ayah kandungnya. Dengan bekal pusaka Napakawaca pemberian Anantaboga dan Cincin Mustikabumi pemberian Nagagini, Antareja berangkat menuju Kerajaan Amarta.

Di tengah jalan Antareja menemukan mayat seorang wanita yang dimuat dalam perahu tanpa pengemudi. Dengan menggunakan Napakawaca, Antareja menghidupkan wanita tersebut, yang tidak lain adalah Subadra istri Arjuna.

Tiba-tiba muncul Gatutkaca menyerang Antareja. Gatutkaca memang sedang ditugasi untuk mengawasi mayat Subadra demi untuk menangkap pelaku pembunuhan terhadap bibinya itu. Subadra yang telah hidup kembali melerai kedua keponakannya itu dan saling memperkenalkan satu sama lain.

Antareja dan Gatutkaca gembira atas pertemuan tersebut. Kedua putra Bima itu pun bekerja sama dan akhirnya berhasil menangkap pelaku pembunuhan Subadra yang sebenarnya, yaitu Burisrawa.

Kisah kemunculan Antareja untuk pertama kalinya tersebut dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan judul cerita Sumbadra Larung.

Kesaktian

Antareja memiliki Ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga. Lidahnya sangat sakti, mahluk apapun yang dijilat telapak kakinya akan menemui kematian. Anatareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin Mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi maupun tanah, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian di luar takdir. Kesaktian lain Anantareja dapat hidup dan berjalan di dalam bumi.

Sifat

Anantareja memiliki sifat jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta. Ia menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular di Tawingnarmada, dan berputra Arya Danurwenda.

Setelah dewasa Anantareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda. Ia meninggal menjelang perang Bharatayuddha atas perintah Prabu Kresna dengan cara menjilat telapak kakinya sebagai Tumbal (korban untuk kemenangan) keluarga Pandawa dalam perang Bharatayuddha.

Antareja

Catatan:tokoh ini sering juga digunakan untuk tokoh Danurwenda,anak Antareja yang mengabdi pada Parikesit.

Gatotkaca




Raden Gatotkaca adalah putera Raden Wrekudara yang kedua. Ibunya seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi di Pringgandani. Waktu dilahirkan Gatotkaca berupa raksasa, karena sangat saktinya tidak ada senjata yang dapat memotong tali pusatnya. Kemudian tali pusat itu dapat juga dipotong dengan senjata Karna yang bernama Kunta, tetapi sarung senjata itu masuk ke dalam perut Gatotkaca, dan menambah lagi kesaktiannya.
Dengan kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi dengan segala kesaktian; karena. itu Raden Gatotkaca berurat kawat, bertulang besi, berdarah gala-gala, dapat terbang di awan dan duduk di atas awan yang melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang di awan bagai kilat dan liar bagai halilintar. Kesaktiannya dalam perang, dapat mencabut leher. musuhnya dengan digunakan pada saat yang penting. Gatotkaca diangkat jadi raja di Pringgadani dan ia disebut kesatria di Pringgadani, karena pemerintahan negara dikuasai oleh keturunan dari pihak perempuan. Dalam perang Baratayudha Gatotkaca tewas oleh senjata Kunta yang ditujukan kepada Gatotkaca. Ketika Gatotkaca bersembunyi dalam awan. Gatotkaca jatuh dari angkasa dan mengenai kereta kendaraan Karna hingga hancur lebur. Gatotkaca beristerikan saudara misan, bernama Dewi Pregiwa, puteri Raden Arjuna.


Dalam riwayat, Gatotkaca mati masih sangat muda, hingga sangat disesali oleh sekalian keluarganya.
Menurut kata dalang waktu Raden Gatotkaca akan mengawan, diucapkan seperti berikut :
Tersebutlah, pakaian Raden Gatotkaca yang juga disebut kesatria di Pringgadani: Berjamang mas bersinar-sinar tiga susun, bersunting mas berbentuk bunga kenanga dikarangkan berupa surengpati. (Surengpati berarti berani pada ajalnya. Sunting serupa ini juga dipakai untuk seorang murid waktu menerima ilmu dari gurunya bagi ilmu kematian, untuk lambang bah.wa orang yang menerima ilmu itu takkan takut pada kematiannya). Bergelung (sanggul) bentuk supit urang tersangga oleh praba, berkancing sanggul mas tua bentuk garuda membelakang dan bertali ulur-ulur bentuk naga terukir, berpontoh nagaraja, bergelang kana (gelang empat segi). Berkain (kampuh) sutera jingga, dibatik dengan lukisan seisi hutan, berikat-pinggang cindai hijau, becelana cindai biru, berkeroncong suasa bentuk nagaraja, uncal diberi emas anting.


Diceritakan, Raden Gatotkaca waktu akan berjalan ia berterumpah Padakacarma, yang membuatnya dapat terbang tanpa sayap. Bersongkok Basunanda, walaupun pada waktu panas terik takkan kena panas, bila hujan tak kena air hujan. Diceritakan Raden Gatotkaca menyingsingkan kain bertaliwanda, ialah kain itu dibelitkan pada badan bagian belakang Raden Gatotkaca segera menepuk bahu dan menolakkan kakinya kebumi, terasa bumi itu mengeram di bawah kakinya. Mengawanlah ia keangkasa.
Wayang itu diujudkan sebagai terbang, ialah dijalan kain, dari kanan ke kiri, dibagian kelir atas beberapa kali lalu dicacakkan, ibarat berhenti di atas awan, dan dalang bercerita pula, Tersebutlah Raden Gatotkaca telah mengawan, setiba di angkasa terasa sebagai menginjak daratan, menyelam di awan biru, mengisah awan di hadapannya dan tertutuplah oleh awan di belakangnya, samar samar tertampak ia di pandangan orang. Sinar pakaian Gatotkaca yang kena sinar matahari sebagai kilat memburunya. Maka berhentilah kesatria Pringgadani di awan melintang, menghadap pada awan yang lain dengan melihat ke kanan dan ke kiri. Setelah hening pemandangan Gatotkaca, turunlah ia dari angkasa menuju ke bumi,
Adipati Karna waktu perang Baratayudha berperang tanding melawan Gatotkaca. Karna melepaskan senjata kunta Wijayadanu, kenalah Gatotkaca dengan senjata itu pada pusatnya. Setelah Gatotkaca kena panah itu jatuhlah Gatotkaca dari angkasa,, menjatuhi kereta kendaraan Karna, hingga hancur lebur kereta itu.
Tersebut dalam cerita, Raden Gatotkaca seorang kesatria yang tak pernah bersolek, hanya berpakaian bersahaja, jauh dari pada wanita. Tetapi setelah Gatotkaca melihat puteri Raden Arjuna, Dewi Pregiwa, waktu diiring oleh Raden Angkawijaya, Raden Gatotkaca jatuh hati lantaran melihat puteri itu berhias serba bersahaja. Berubah tingkah Raden. Gatotkaca ini diketahui oleh ibunya (Dewi Arimbi) dengan sukacita dan menuruti segala permintaan Raden Gatotkaca. Kemudian puteri ini diperisteri Raden Gatotkaca.
Semoga Bermanfaat
By : Zayacellrokanhulu
Kategori:
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment