Sistem Baru
Dewo : sistem baru
Menurutku, penggantian kurikulum itu bukan hal yang mudah. Tidak hanya
semudah mengganti sistem lama dengan sistem baru, tapi juga mengubah budaya.
Seperti kita tahu, halangan terbesar dalam penerapan sistem baru adalah faktor
budaya dari sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Tetapi halangan ini
bukan memustahilkan penggantian sistem, cuma perlu banyak sekali strategi yang
harus dipraktekkan dalam masa transisi ini. Dan biasanya peralihan ini
membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan molor jika tidak didukung strategi
yang baik. Terbukti KBK 2004 yang telah disosialisasikan sejak tahun 2001
sampai sekarang masih dinilai belum berhasil. Berarti sudah tercatat hampir 6
tahun.Lalu bagaimana supaya masa transisi ini dapat dilalui dengan baik sehingga penerapannya dapat berhasil dengan tempo yang singkat? Berikut sedikit saran sederhana dari orang sederhana:
1) Sosialisasi terpadu yang baik. Sosialisasi ini tidak hanya bagi para guru, tetapi bagi semua jajaran dalam majemen sekolah dan juga peserta didik yang terlibat. Kalau perlu orang tua murid sehingga sekolah mendapatkan dukungan yang layak dalam penerapannya. Selain itu sudah selayaknya pemerintah menyediakan mekanisme operasional praktis yang mendukung kurikulum baru. Dan perlu adanya penyuluh-penyuluh lapangan yang aktif, tidak hanya mensosialisasikan teori kurikulum saja, tetapi juga best practice yang disarikan dari berbagai contoh penerapan.
2) Transformasi budaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan kurikulum dapat mengubah sendi-sendi manajemen dan operasional belajar-mengajar di sekolah. Dan ini berarti mengubah budaya dalam sekolah. Mungkin sudah saatnya visi-misi sekolah perlu direvisi untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum baru.
3) Pelatihan pelaksanaan yang terus-menerus. Keberhasilan penerapan sangat didukung oleh kesiapan guru sebagai fasilitator dan juga kesediaan peserta didik dalam proses belajar. Agar guru terampil, perlu diadakan pelatihan yang terus menerus. Tidak hanya dari segi pengetahuan materi, tetapi juga bagaimana mekanisme belajar harus diberikan. Walau pun banyak guru yang pandai, dalam arti menguasai materi dengan baik, tetapi belum tentu dia terampil menjadi fasilitator dalam proses belajar siswa.
4) Evaluasi pelaksanaan yang terus-menerus. Penerapan metode belajar-mengajar juga harus dievaluasi terus-menerus untuk menemukan formulasi yang terbaik dalam penerapan kurikulum. Dibutuhkan keterbukaan dan sharing antar guru dan siswa sehingga menjadi masukan yang berharga. Dan kemudian dapat dievaluasi untuk mengambil yang baik dan memperbaiki yang kurang.
5) Penataran Tingkat Nasional. Mungkin sudah sering dilaksanakan, tetapi mungkin harus lebih sering diadakan terutama dalam suasana yang nyaman dan interaktivitas yang tinggi. Dan pemerintah harus aktif sebagai fasilitator dan juga melibatkan para ahlinya dalam mengevaluasinya. Selain itu juga dapat sebagai tanda bahwa pemerintah cukup care (memperhatikan) sekolah dan mekanisme pendidikan nasional sehingga dapat menyemangati dan memacu masyarakat di dunia pendidikan. Sehingga nada-nada miring dapat diminimalisir. Bukan rahasia umum jika kebijakan-kebijakan pemerintah banyak mengundang nada-nada miring dari masyarakat pemerhati. Diharapkan ajang ini menghilangkan kesan kebijakan top-down, dan mungkin seharusnya sudah mulai mengkombinasikan dengan aspirasi bottom-up.
6) Pemerintah harus aktif memberikan informasi secara terbuka kepada masyarakat melalui berbagai media, terutama media interaktif, sehingga tingkat penyebaran, penggunaan dan keberhasilan atau kegagalannya dapat termonitor. Ini terutama agar mendapat umpan balik yang cepat dan tepat dari masyarakat yang terlibat. Dan juga agar dapat menjadi semangat dan contoh bagi yang belum berhasil.
7) Tidak hanya itu saja, sudah selayaknya pemerintah menyadari bahwa perubahan sistem ini tidak mudah. Perlu biaya yang besar dan waktu yang lama. Sudah selayaknya pemerintah memberikan insentive yang layak kepada yang membutuhkan. Insentive ini jangan hanya diartikan sebagai dana bantuan, tetapi lebih pada sarana dan prasarana pendukung. Seperti kita tahu, penerapan KBK 2004 sebenarnya membutuhkan sarana dan prasarana pendukung yang lumayan banyak dengan nilai yang besar, misalnya untuk alat-alat peraga, karya ilmiah dan buku-buku yang relevan. Coba saja lihat, masih banyak sekolah yang belum memiliki laboratorium yang memadai. Termasuk di antaranya laboratorium komputer.
8) Tidak hanya itu, perubahan sistem juga seringkali menuntut perubahan sistem informasi manajemen bagi sekolah yang sudah menerapkan. Sudah selayaknya pemerintah memiliki visi tentang sistem informasi sekolah yang terpadu dan baku secara nasional. Diharapkan pula data sekolah ini dapat menjadi bank data terpusat sehingga mempermudah akses dari mana saja dan kapan saja. Sudah seharusnya kemudahan akses data/informasi ini menjadi prioritas yang lebih tinggi lagi. Dan sudah seharusnya ini bukan lagi beban sekolah karena secara periodik mereka harus menyetor data kepada pemerintah, tetapi seharusnya sudah mulai bahwa pemerintah dapat secara langsung mengakses data sekolah secara langsung tanpa ada bias seperti yang saat ini masih sering terjadi.