Handphone,Sains,Humor And Manymore (25 Des 2013 )

Coretan Dinding

To The Point
Masuk pembahasan, kurang paham "SILAHKAN TANYA"
About Me
Salam Persahabatan Untuk Teman Semua. "Keep" Spirit .

20/03/2014


sebenarnya kita tidak butuh sekolah
Apa yang kamu harapkan dari sekolah?
Segala sesuatu yang ada di zaman sekarang ini selalu kubandingkan dengan zaman keemasan Islam untuk membentuk suatu sistem yang lebih sempurna untuk masa depan Indonesia nanti. Memang zaman itu lebih jadul dari sekarang, tapi bukan jaminan bahwa ilmu orang dulu selalu lebih rendah dari zaman sekarang (jika mau bukti coba cari kertas yang bisa menandingi keawetan kertas papyrus mesir kuno, coba cari cara membuat perangkap tetap awet 3000 tahun lamanya selain struktur bangunan piramid yang orang mesir kuno buat). Hal ini karena perpindahan ilmu terkadang tak semulus biasanya, terkadang ada generasi yang merahasiakan, membakar, atau menghilangkan suatu ilmu dari generasi penerusnya.
Nah satu dari sekian banyak hal yang kubandingkan adalah sekolah. Pertanyaannya adalah apakah sekolah yang ada sekarang merupakan sistem pendidikan terbaik? Apakah kita memang harus sekolah untuk bisa sukses? Kenapa pula ada orang yang tak sekolah tapi menjadi kaya raya dan memiliki aset yang sangat besar jika memang inilah tujuan kita bersekolah? Ini pertanyaan besar, sampai-sampai saya khawatir tulisanku ini dijadikan bahan para professor menulis karyanya. Memang apa masalahnya? Banyak!
Siapa yang bertanggung jawab atas perubahan prilaku anak yang menjadi tidak sopan pada orang tuanya? Siapa yang membuat anak tak pandai bergaul dengan orang tuanya? Siapa yang merebut waktu kebersamaan orang tua dan anak lebih dari siapa pun? (Walaupun mungkin kita bisa jawab TV, seperti yang dijelaskan di note-ku sebelumnya tapi yang mau kujawab disini adalah) Sekolah.
Sekolah mengambil 8 jam waktu anak tiap harinya, ini adalah 1/3 waktu seharinya dan ½ waktu bangunnya. Tidakkah ini hebat? Pendidikan adalah investasi yang paling menguntungkan. Saya tidak akan berdebat dengan hal itu, tapi tak adakah pendidikan lain yang lebih baik? Apakah hasil yang didapatkan dengan pengorbanan itu setimpal? Mungkin secara materi ya (balik modal) tapi bagaimana dengan hal lain yang dikorbankan (seperti waktu untuk kebersamaan contohnya).
Siapa bilang orang yang tak sekolah tak bisa menjadi apa-apa? Lihatlah orang-orang yang asetnya miliaran itu, coba hitung yang tamat sekolah sebelum menjadi kaya. Tak sedikit juga memang yang malang nasibnya, tapi saya rasa masih ada korelasi lain sebelum kita bisa mematok pendidikan yang kurang sebagai penyebabnya.
Setiap hari anak-anak dicekoki dengan materi-materi yang dianggap urgen, penting dan sebagainya. Seolah mereka tak akan bisa sukses tanpa apa yang mereka pelajari itu. Coba tanya anak-anak pernahkah mereka berpikir, “Mengapa saya harus belajar sesuatu yang tak berhubungan dengan cita-citaku ini?” Orang tua pun termakan semboyan, “Sekolah dulu yang penting” dan berharap anaknya akan menjadi pintar, mendapat pekerjaan bagus dan mendapat gaji yang bagus sementara sekolah sibuk membentuk siswanya menjadi pegawai yang baik. Saya tak bilang sekolah itu buruk, hanya saja tak adakah yang lebih baik?
Kemudian saya melirik ke belakang. Bagaimana cara orang dulu belajar? Pertama saya melihat ada atau tidak, orang dulu yang menjadi ilmuwan hebat pada masanya? Ternyata ada, mereka lebih dari sekedar ada mereka menguasai berbagai bidang ilmu sekaligus, mereka juga menemukan sesuatu yang belum tentu orang zaman sekarang bisa temukan. Itu artinya sstem pendidikan zaman dulu tidak jelas-jelas lebih buruk dari yang sekarang. Jadi bagaimana mereka belajar?
Imam Mazhab belajar dengan berguru kepada orang yang dianggap ahli pada zamannya, berguru disini adalah seperti dengan mendatangi sang ahli di rumahnya atau di suatu majlis untuk kemudian memohon agar dia dicekoki imu dari awal sampai akhirnya.
Satu perbedaan mendasar disini adalah apa yang kusebut arah kemauan. Di zaman sekarang, si murid tiba-tiba didudukkan orang tuanya di bangku sekolah untuk menerima sesuatu yang dia belum tahu apa. Sementara di zaman dulu, orang segala usia yang telah mengetahui segelintir tentang segala sesuatu, kemudian dia memilih satu bidang dan tertarik untuk belajar lebih jauh sehingga dengan tekad bulat dia mendatangi si guru kemudian minta diajarkan.
Perbedaan berikutnya adalah siapa mendatangi siapa. Di zaman sekarang, di Indonesia terutama, si guru mendatangi si murid sehingga secara psikologis seisi kelas adalah teritori si murid. Ini menimbulkan rasa menjadi bos pada murid. Sedangkan dulu (sekarang sudah diterapkan di luar negeri), si guru lah yang punya teritori (mereka memakai sstem moving class), sehingga semua murid yang berada dalam teritori si guru adalah kekuasaan si guru pada jamnya. Ini menimbulkan efek psikologis pada anak untuk bertanya pada dirinya sendiri, “Mengapa aku masuk kelas ini padahal kalau mau bisa saja aku tidak masuk? Oh tentu saja karena aku ingin belajar dan mendapat ilmu.” Sehingga niat belajar menjadi tertanam dalam hati si anak.
Ketiga adalah apa yang dipelajari. Saya rasa kita harus mendefenisikan ulang kurikulum, silabus dan apa yang harus dipelajari anak zaman sekarang ini. Zaman dulu orang hanya belajar apa yang ia minati. Kalau pun itu tak bisa berlaku di zaman sekarang karena belum dewasanya si anak untuk memutuskan. Setidaknya kurikulum itu tetap dirasa masih terlalu banyak untuk mereka.
Home schooling yang sedang dikembangkan sebenarnya agak sedikit lebih baik menurut saya dari pada sekolah. Saya sendiri sudah merasakan bagaimana seorang anak harus kehilangan waktunya dari jam 6 pagi hingga jam 5 sore dan pr pada malam harinya. Saya bahkan tak bisa bergaul dengan tetangga, saya tak pernah mempelajari bagaimana bergaul dengan tetangga. Ini adalah sebuah kehilangan besar.
Masa anak itu sejatinya adalah masanya bermain, kalau pun belajar itu penting, maka janganlah itu sampai merebut hak sejati si anak itu sendiri, saya bersyukur masih dikaruniai waktu bermain sepanjang masa anak-anak saya. Saya jadi kasihan melihat anak yang wajib ada di sekolah karena program full day school dan ditambah les privat pula. Jangan-jangan dan jangan sampai, sekolah hanya menjadi kambing hitam si orang tua yang juga sudah kehilangan waktu bersama si anak untuk bekerja dengan alasan demi anak-anak.
Saya cenderung memikirkan sistem yang lebih mirip pertemuan di majlis-majlis, homeschooling dan semacam les saja ketimbang sekolah untuk masa depan Indonesia nanti.
Salam Hangat : By zayacellrokanhulu.blogspot.com
artikel by        : http://www.habibasyrafy.com/2013/06/kenapa-harus-sekolah.html
Kategori:
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment